Pulau Suci: Bagaimana Ilmuwan dan Komunitas Menyelamatkan Tetepare dari Kehancuran

0
YouTube video

Secara turun temurun masyarakat Kepulauan Solomon hidup harmonis dengan daratan dan lautan. Namun pada tahun 1990-an, keseimbangan tersebut terancam ketika penebangan kayu komersial melanda wilayah tersebut dan meninggalkan jejak kehancuran. Di antara mereka yang berjuang untuk melindungi rumah leluhurnya adalah Katy Soapi, seorang ilmuwan dan keturunan Pulau Tetepare, sebuah tempat suci yang terancam kehancuran.

Perjuangan untuk Identitas

Tetepare lebih dari sekedar pepohonan dan pantai. Ini adalah bukti hidup warisan budaya Provinsi Barat, rumah bagi taman leluhur, kuburan suci, dan kenangan kolektif masyarakatnya. Ketika desas-desus tentang konsesi penebangan kayu sampai ke pulau tersebut, masyarakat tahu bahwa mereka tidak hanya menghadapi ancaman lingkungan, namun juga ancaman eksistensial.

“Kehilangan Tetepare sama seperti kehilangan sebagian dari diri kita sendiri,” jelas Soapi. “Ini bukan hanya tentang pohon lagi; ini tentang identitas dan warisan.”

Dari Aktivis Mahasiswa hingga Pemimpin Ilmiah

Soapi, yang saat itu masih mahasiswa, menjadi anggota pendiri Sahabat Tetepare, yang kemudian berkembang menjadi Persatuan Keturunan Tetepare (TDA). Dia bekerja tanpa kenal lelah, menghubungkan masyarakat, mengorganisir pertemuan, dan melobi pemerintah untuk menghentikan konsesi penebangan kayu.

“Kami membutuhkan keduanya – pengetahuan nenek moyang kami dan alat sains untuk menunjukkan kepada dunia mengapa Tetepare penting,” katanya.

Pertarungan ini mendapat perhatian global, yang berpuncak pada film dokumenter Australia Sejak Perusahaan Datang, yang mengungkap perjuangan tersebut kepada dunia.

Model Konservasi yang Dipimpin Komunitas

Tekanan yang tiada henti membuahkan hasil dan penebangan dihentikan. Saat ini, Tetepare tetap menjadi salah satu tempat terakhir yang belum tersentuh di Kepulauan Solomon, yang dikelola oleh TDA, yang menopang dirinya melalui ekowisata dan praktik tradisional.

Keberhasilan TDA merupakan bukti kekuatan konservasi yang dipimpin masyarakat, dimana pengetahuan masyarakat adat terjalin dengan ilmu pengetahuan modern. Pertemuan tahunan mempertemukan keturunan untuk membuat keputusan kolektif, memastikan bahwa nasib pulau itu tetap berada di tangan masyarakatnya.

Ancaman Tetap Ada

Meski meraih kemenangan, perjuangan masih jauh dari selesai. Daya tarik uang cepat dari industri ekstraktif terus menggoda sebagian orang, sementara tekanan eksternal dari pengembang mengancam ekosistem pulau yang rapuh ini.

“Menjual pohon seharga beberapa ratus dolar dan memiliki uang di tangan Anda hari ini selalu lebih mudah,” aku Soapi. “Tetapi konservasi memberi kita ikan, makanan, dan sungai yang bersih dari generasi ke generasi. Hal ini sulit diukur dalam jangka pendek.”

Model Pasifik untuk Masa Depan

Perjalanan Soapi dari seorang aktivis mahasiswa hingga menjadi ilmuwan regional yang disegani mencerminkan kepemimpinan Pasifik dalam bidang konservasi. Karyanya, khususnya di bidang pengasaman laut, telah memberikan dampak yang signifikan, sementara bimbingannya telah menginspirasi generasi ilmuwan baru.

Pada tahun 2012, TDA memenangkan Penghargaan Equator Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bergengsi, mengakui model konservasi berbasis komunitas sebagai contoh global.

“Tetepare mengajarkan kita bahwa konservasi bukan hanya tentang melindungi lahan; tapi tentang melindungi siapa kita,” kata Soapi.

Saat ini, ia terus mengadvokasi kearifan lokal dan pendekatan berbasis komunitas sebagai koordinator kemitraan di Pacific Community Center for Ocean Science. Namun dia tetap terikat erat dengan Tetepare, menyadari bahwa penjaga sebenarnya pulau itu adalah keturunannya.

Kisah Tetepare merupakan pengingat yang kuat bahwa konservasi bukan hanya sekedar isu lingkungan; ini adalah perjuangan untuk identitas, warisan, dan masa depan komunitas Pasifik. Ini merupakan bukti kekuatan kearifan lokal dan komitmen tak tergoyahkan dari mereka yang menolak membiarkan tempat suci mereka dirusak.

попередня статтяLupus Terkait dengan Virus Umum: Penelitian Baru Menunjukkan Epstein-Barr sebagai Penyebab Utama
наступна статтяKetepatan Waktu Kuantum: Biaya Membaca Melebihi Berjalan